Senin, 13 Desember 2010

PENURUNAN ANGKA KEMISKINAN DI INDONESIA

Sesungguhnya kemiskinan bukanlah persoalan baru di negeri ini. Kemiskinan merupakan istilah temurun pemerintah dahulu, sebelum kemerdekaan hingga pemerintahan saat ini. Pertanyaannya kemudian seberapa parah sesungguhnya kemiskinan di Indonesia hingga saat ini? Jawabannya mungkin sangat parah. Sebab, kemiskinan yang terjadi saat ini bersifat jadi sangat multidimensional. Hal tersebut bisa kita buktikan dan dicarikan jejaknya dari banyaknya kasus yang terjadi di seluruh pelosok negeri ini.
A. Fenomena Kemiskinan di Indonesia
Tidak dapat dipungkiri bahwa yang menjadi musuh utama dari bangsa ini adalah kemiskinan. Sebab, kemiskinan telah menjadi kata yang menghantui negara-negra berkembang. Khususnya Indonesia. Mengapa demikian? Jawabannya karena selama ini pemerintah belum memiliki strategi dan kebijakan pengentasan kemiskinan yang jitu. Setiap permasalahan seperti kemiskinan, pengangguran, dan kekerasan selalu diterapkan pola kebijakan yang sifatnya struktural dan pendekatan ekonomi [makro] semata.
Karena itu situasi di Indonesia sekarang jelas menunjukkan ada banyak orang terpuruk dalam kemiskinan bukan karena malas bekerja. Namun, karena struktur lingkungan [tidak memiliki kesempatan yang sama] dan kebijakan pemerintah tidak memungkinkan mereka bisa naik kelas atau melakukan mobilitas sosial secara vertikal.
Meski kemiskinan merupakan sebuah fenomena yang setua peradaban manusia tetapi pemahaman kita terhadapnya dan upaya-upaya untuk mengentaskannya belum menunjukan hasil yang menggembirakan. Para pengamat ekonomi pada awalnya melihat masalah kemiskinan sebagai "sesuatu" yang hanya selalu dikaitkan dengan faktor-faktor ekonomi saja.
Hari Susanto [2006] mengatakan umumnya instrumen yang digunakan untuk menentukan apakah seseorang atau sekelompok orang dalam masyarakat tersebut miskin atau tidak bisa dipantau dengan memakai ukuran peningkatan pendapatan atau tingkat konsumsi seseorang atau sekelompok orang. Padahal hakikat kemiskinan dapat dilihat dari berbagai faktor. Apakah itu sosial-budaya, ekonomi, politik, maupun hukum. Sedangkan menurut Koerniatmanto Soetoprawiryo, sebagian besar orang persoalan kemiskinan lebih dipahami dalam konteks habere dimana orang miskin adalah orang yang tidak menguasai dan memiliki sesuatu. Urusan kemiskinan urusan bersifat ekonomis semata.

B. Kondisi Masyarakat Miskin di Indonesia
Mari kita cermati kondisi masyarakat dewasa ini. Banyak dari mereka yang tidak mampu memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Bahkan, hanya untuk mempertahankan hak-hak dasarnya serta bertahan hidup saja tidak mampu. Apalagi mengembangkan hidup yang terhormat dan bermartabat. Tahun 2006, Bappenas mendefinisikan hak-hak dasar sebagai terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik. Baik bagi perempuan maupun laki-laki.
Krisis ekonomi yang berkepanjangan menambah panjang deret persoalan yang membuat negeri ini semakin sulit keluar dari jeratan kemiskinan. Hal ini dapat kita buktikan dari tingginya tingkat putus sekolah dan buta huruf. Hingga 2006 saja jumlah penderita buta aksara di Jawa Barat misalnya mencapai jumlah 1.512.899. Dari jumlah itu 23 persen di antaranya berada dalam usia produktif antara 15-44 tahun. Belum lagi tingkat pengangguran yang meningkat "signifikan." Jumlah pengangguran terbuka tahun 2007 di Indonesia sebanyak 12,7 juta orang. Ditambah lagi kasus gizi buruk yang tinggi, kelaparan/busung lapar, dan terakhir, masyarakat yang makan "Nasi Aking."
Menurut Hasil Sensus Nasional terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) telah merekam data perkembangan terbaru mengenai angka kemiskinan di Indonesia. Kepala BPS, Rusman Heriawan mengakui bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2010 memang telah berkurang 1,51 juta orang menjadi 31,02 juta orang (13,33 persen) dibandingkan dengan Maret 2009 sebanyak 32,53 juta orang. Namun, angka kemiskinan itu masih terbilang tinggi.
Jika membandingkan antar daerah, BPS mencatat sejumlah wilayah masih menghadapi persoalan kemiskinan yang tinggi. Bahkan, angka kemiskinan yang tertinggi itu justru terjadi di wilayah dengan kekayaan sumber alam melimpah, seperti Papua dan Papua Barat. Prosentase angka kemiskinannya mencapai 34-36 persen, jauh lebih besar dibandingkan rata-rata nasional sebesar 13,33 persen.
Selain Papua, propinsi lain yang memiliki prosentase penduduk miskin tinggi adalah Maluku, Nusa Tenggara, Aceh, Bangka Belitung dan lainnya. Jumlah penduduk di propinsi-propinsi tersebut yang memang tidak sebanyak di Jawa, tetapi secara prosentase dibandingkan total penduduk di wilayah tersebut, kelompok orang miskinnya sangat tinggi.

10 Propinsi dengan Angka Kemiskinan Tertinggi (%)

No Propinsi Angka Kemiskinan
1 Papua Barat 36,80
2 Papua 34,88
3 Maluku 27,74
4 Sulawesi Barat 23,19
5 Nusa Tenggara Timur 23,03
6 Nusa Tenggara Barat 21,55
7 Aceh 20,98
8 Bangka Belitung 18,94
9 Gorontalo 18,70
10 Sumatera Selatan 18,30
( Sumber: Sensus Nasional BPS 2010 )

Kini di Indonesia jerat kemiskinan itu makin akut. Kemiskinan tidak hanya terjadi di perdesaan tapi juga di kota-kota besar seperti di Jakarta. Kemiskinan juga tidak semata-mata persoalan ekonomi melainkan kemiskinan kultural dan struktural.

C. Solusi Pemberantasan Kemiskinan di Indonesia
Permasalahan kemiskinan di Indonesia tentu memiliki dampak yang cukup banyak dan begitu kompleks terhadap masyarakat. Salah satu diantaranya yaitu pengangguran. Dengan banyaknya pengangguran berarti banyak masyarakat tidak memiliki penghasilan karena tidak bekerja. Karena tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Secara otomatis pengangguran telah menurunkan daya saing dan beli masyarakat. Sehingga, akan memberikan dampak secara langsung terhadap tingkat pendapatan, nutrisi, dan tingkat pengeluaran rata-rata. Dampak lain yang ditimbulkan yaitu kekerasan. Sesungguhnya kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir ini merupakan efek dari pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah melalui jalan yang benar dan halal. Ketika tak ada lagi jaminan bagi seseorang dapat bertahan dan menjaga keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun dilakukan. Misalnya, merampok, menodong, mencuri, atau menipu sehingga dengan mudah ia mendapatkan uang dari memalak.
Berdasarkan dampak-dampak yang muncul akibat kemiskinan tersebut, kuncinya harus ada pada kebijakan dan strategi pembangunan yang komprehensif dan berkelanjutan jangka panjang dari pemerintah selaku pengemban tanggungjawab negara ini. Pemerintah harus lebih memfokuskan pada sektor ekonomi riil agar berdampak luas pada perekonomian rakyat.
Yang perlu dicermati bahwa kebijakan pengentasan kemiskinan harus dilihat dari segi non-ekonomis atau non-statistik. Salah satu misalnya, yaitu pemberdayaan masyarakat miskin yang sifatnya "buttom-up intervention" dengan padat karya atau dengan memberikan pelatihan kewirauasahaan untuk menumbuhkan sikap dan mental wirausaha [enterpreneur]. Salah satu program ini cukup efektif jika dicanangkan sebagai kebijakan ekonomi pemerintah demi mengentas permasalahan kemiskinan di Indonesia.
Sesungguhnya terdapat banyak organisasi yang terlibat dalam pengembangan wirausaha kecil. Namun, sejauh ini belum dilakukan pemetaan mengenai jumlah dan penyebarannya, sehingga kita mengalami kesulitan untuk mendapatkan informasi yang tepat dan akurat tentang jumlah dan kinerja organisasi tersebut.
Untuk lebih mengefektifkan pembinaan kewirausahaan bagi rakyat miskin ini, pemerintah dan pihak terkait perlu melakukan inventarisasi, pemetaan, dan pendataan seluruh organisasi-organisasi kewirausahaan yang ada.
Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa membina sektor wirausaha kecil ini harus dilakukan secara terpadu, baik dengan instansi terkait, Pemda, koperasi, perbankan, swasta, kelompok perguruan tinggi maupun kelompok swadaya masyarakat.
Pada umumnya, pembinaan sektor kewirausahaan ini dapat dilakukan melalui kelompok, atau dibina melalui koperasi. Bentuk-bentuk pembinaan terhadap masayarkat miskin lebih difokuskan pada bidang pendidikan, pelatihan, konsultasi, penyuluhan, pengembangan kewirausahaan, dan program pengentasan kemiskinan lainnya.
Saat ini, telah banyak organisasi yang berpengalaman atau membuat program pembinaan wirausaha kecil semacam ini. Pengalaman demikian harus menjadi perhatian pemerintah untuk menggalakkan program jitu ini agar menumbuhkembangkan sikap dan mental kewirausahaan bagi masyarakat miskin, khususnya di pedesaan demi memberantas problem kemiskinan di negara Ibu Pertiwi ini.




DAFTAR PUSTAKA

Iwantono, Sutrisno. 2002. Strategi Baru Mengelola Usaha Kecil dan Menengah. Jakarta: PT. Grasindo
www. kompas. com
www.bps.go.id
http://us.suarapembaca.detik.com/read/2010/02/22/081829/1303963/471/indonesia-dan-problem-kemiskinan
http://petikdua.wordpress.com/2010/10/16/pengaruh-bantuan-asing-terhadap-kemiskinan-di-indonesia-studi-kasus-proyek-pemberantasan-kemiskinan-adb-di-indonesia/
http://hmjanfisipunsoed.blogspot.com/2010/10/paradoks-pemahaman-kebijakan-publik.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar